Rebo Wekasan, Rabu Terakhir di Bulan Safar, Benarkah Hari Turunnya Penyakit? Simak Penjelasannya di Sini

12 September 2023, 10:25 WIB
Rebo Wekasan, Rabu Terakhir di Bulan Safar, Benarkah Membawa Kesialan? Simak Penjelasannya di Sini /ilustrasi berdoa kepada Allah Swt/Chiplanay/Pixabay

KILASCIMAHI - Rebo Wekasan adalah istilah untuk hari Rabu terakhir di bulan Safar. Istilah tersebut populer di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura. Sebagian masyarakat meyakini Rebo Wekasan adalah hari turunnya kesialan atau penyakit.

Bagi sebagian masyarakat terutama yang berada di pulau Jawa, bulan Safar adalah bulan yang diyakini membawa kesialan atau petaka. Banyak mitos yang berkembang terkait larangan di bulan Safar. Salah satu yang beredar adalah tentang Rebo Wekasan.

Rebo Wekasan sendiri berasal dari kata Rebo yang berarti Rabu, dan Wekasan yang berarti terakhir. Ada juga yang menamai Rebo Wekasan dengan Rebo Pungkasan. Hari tersebut dianggap sebagai hari turunnya musibah, kesialan, atau penyakit, sehingga perlu diadakan ritual tertentu untuk menangkalnya.

Baca Juga: 4 Larangan Saat Malam 1 Suro Yang Perlu Kamu Ketahui, Cek Di Sini

Rebo Wekasan merupakan hasil perpaduan dua kebudayaan, yaitu kearifan lokal Nusantara dengan kebudayaan Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari tradisi dalam Rebo Wekasan yang dilakukan juga dengan ritual keagamaan Islam.

Terdapat sejumlah mitos yang beredar seputar Rebo Wekasan dan bulan Safar pada umumnya, di antaranya larangan melangsungkan pernikahan, larangan bepergian, dan larangan berhubungan intim bagi pasangan suami istri. Hal tersebut menjadi terlarang untuk dilakukan karena diyakini akan membawa petaka atau kesialan. 

Pandangan Islam tentang hari kesialan

Untuk diketahui, Safar adalah bulan kedua dalam sistem penanggalan Islam atau kalender hijriyah. Bulan Safar merupakan bulan-bulan Allah sebagaimana 11 bulan lainnya. Semua musibah yang terjadi, termasuk yang diyakini pada Rebo Wekasan, tentu terjadi atas kehendak Allah SWT.

Umat Islam memandang semua aspek kehidupan terjadi atas izin dan kehendak Allah SWT. Hal tersebut tersirat dalam hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut;

لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ ولا هَامةَ ولا صَفَرَ وفِرَّ من المَجْذُومِ كما تَفِرُّ من الأَسَد

Artinya: Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan buruk, tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada sial bulan Safar, dan larilah kamu dari penyakit kusta seperti kamu lari dari singa.

Melansir laman NU Online, ungkapan hadits tersebut bermakna pelurusan keyakinan terhadap orang jahiliah. Pada masa itu, orang-orang jahiliah percaya bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan Allah Swt.

Umat Islam hendaknya meyakini bahwa sehat, sakit, musibah, selamat, dan lainnya adalah ketentuan dari Allah Swt. Kendati pun keseluruhannya kembali kepada Allah, manusia tetap diwajibkan untuk berupaya agar terhindar dari segala musibah.

Lantas, bagaimana dengan Rebo Wekasan sudah menjadi tradisi di Indonesia? Imam Abdurrauf al-Munawiy dalam kitab Faidh al-Qadir memberikan gambaran, bahwa tradisi amalan yang dikerjakan dalam Rebo Wekasan sejatinya diperbolehkan, akan tetapi dengan niat yang baik dan benar.

Niat yang dimaksud yaitu amalan yang dikerjakan bukan karena keyakinan bahwa hari Rabu terkahir membawa sial, namun semata-mata mendekatkan diri pada Allah.

Demikian ulasan mengenai tradisi Rebo Wekasan yang diyakini membawa kesiala. Semoga bermanfaat.***

Editor: Titin Kartika Dewi

Tags

Terkini

Terpopuler