KILASCIMAHI - Para garong uang rakyat tampaknya mulai was-was. Pasalnya, mulai hari ini, mereka tidak bisa lagi kabur dan bersembunyi di Singapura.
Hal ini dikarenakan Pemerintah Indonesia telah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Perjanjian ini akan mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti, korupsi, narkoba dan terorisme.
Kesepakatan yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly dan disaksikan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dilakukan hari ini, Selasa 25 Januari di Pulau Bintan.
Baca Juga: Mobil Tua Bekas Presiden Jokowi Akan Dijual untuk Bangun Masjid
Menurut Yasonna, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
“Selain masa rektroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan," kata Yasonna dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 Januari 2022.
Untuk diketahui, hal ini menjadi sejarah baru bagi Pemerintah Indonesia karena pemerintah Indonesia telah mengupayakan perjanjian ekstradisi ini sejak 1998. Pemerintah Indonesia berupaya untuk mengejar dan memulangkan beberapa terdakwa dan tersangka kasus tindak pidana korupsi yang diduga bersembunyi di Singapura.
Dalam perjanjian ekstradisi ini, bukan hanya tindak pidana korupsi semata. Sedikitnya, ada 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi, diantaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.