Kengerian Widya Part 2, Melihat Ayu Menjadi Budak Penari Badarawuhi di Hutan Lokasi KKN di Desa Penari

- 15 Mei 2022, 11:00 WIB
Ini Cerita KKN di Desa Penari Versi Nur dan Widya Lengkap Link Download Kisah Asli Versi PDF di Sini!
Ini Cerita KKN di Desa Penari Versi Nur dan Widya Lengkap Link Download Kisah Asli Versi PDF di Sini! /Instagram/@adindathomas

KILASCIMAHI - Kengerian Widya saat bertemu Badarawuhi dan melihat Ayu menari di tengah hutan di KKN di Desa Penari.

Widya menjadi salah satu sumber utama dalam kisah nyata tentang KKN yang viral di media sosial hingga dijadikan tayangan layar lebar.

Widya pula yang menjadi saksi utama bagaimana nasib Bima dan Ayu setelah membuat perjanjian dengan Badarawuhi di KKN di Desa Penari.

Berikut ini KilasCimahi.com akan sajikan alur cerita kengerian yang dialami Widya saat mengikuti Bima yang akan membuat perjanjian dengan Badarawuhi.

Baca Juga: Kengerian Widya Part 1, Ikuti Bima di KKN di Desa Penari, Ada Suara Gamelan dan Bertemu Badarawuhi di Hutan

Termasuk melihat Ayu menjadi budak penari Badarawuhi, sosok siluman ular penguasa di lokasi KKN di Desa Penari.

Tulisan ini berdasarkan kisah nyata yang ditulis ulang oleh akun twitter SimpleMan.

Widya menyaksikan langsung, Bima sedang berendam di Sinden (Kolam) di sekitarnya. Ia dikelilingi banyak sekali ular besar.

Melihat itu Widya kaget, dan parahnya, Bima menatap lurus ke tempat Widya mengintip. Semua ularnya sama, seperti yang Widya rasakan, mereka tahu ada tamu tak diundang.

Melihat reaksi seperti itu, Widya berbalik dan lari pergi. Saat lari itulah, suara tabuhan gong diikuti suara kendang, terdengar lagi.

Suara gamelan itu, terdengar keras, lengkap dengan suara tertawa yang bersahut-sahutan. Widya melihat sanggar kosong itu, dipenuhi semua yang tidak Widya lihat saat tiba di tempat ini.

Dari ujung ke ujung, penuh sesak, banyak sekali yang dilihat Widya, ada yang melotot, dari yang wajahnya separoh, sampe yang tidak punya wajah.

Dari yang pendek, sampai yang tingginya setinggi pohon beringin. Mereka memenuhi Sanggar dan sekitarnya, Widya mulai menangis.

Baca Juga: Benarkah Penyebab Kematian Ayu dalam Cerita KKN di Desa Penari Karena Melanggar Perjanjian Badarawuhi?

Suara yang nyaris memenuhi telinga Widya dan hampir membuatnya gila itu tiba-tiba berhenti.

Widya melihat, di depanya ada yang sedang menari. Tarianya hampir membuat semua yang ada disana melihatnya.

Widya menyadari, yang menari itu Ayu. Matanya Ayu sembab, seperti sudah menangis lama, tapi gelagat ekspresi wajahnya seperti menyuruh Widya lari, lari.

Tanpa tahu apa yang terjadi, Widya langsung lari, melewati kerumunan yang sedang melihat Ayu menari di sanggar.

Widya memanjat tempat itu, menangis sejadi-jadinya.sampai di jalan setapak. Widya dengar anjing menggonggong, tidak beberapa lama, anjing hitam keluar dari semak belukar, setelah melihat Widya, anjing itu lari, Widya mengikuti anjing itu.

Widya keluar dari jalan setapak itu, ketika subuh, terlihat dari langit yang kebiruan. Tapi rupanya, Widya salah.

Seorang warga desa, kaget bukan main melihat Widya, dia langsung lari sambil berteriak memanggil warga kampung

"Widya nang kene, iki Widya wes balik" (Widya disini, anaknya sudah kembali)

Bingung, hampir warga berhamburan memeluk Widya.

"Mrene ndok, mrene, awakmu sing sabar yo, awakmu kudu siap yo ambek berita iki" (kesini nak, kesini, kamu yang sabar ya, kamu harus siap sama berita yang nanti kamu dengar) kata seorang ibu, memeluk Widya.

Di matanya ia seperti menahan nangis. Widya hanya gaguk, diam, tidak mengerti. Si ibu menggandeng Widya, Widya masih diam, seperti orang linglung.

Di jalan ramai warga desa yang mengikuti Widya. Widya mencuri dengar dari mereka yang bicara di belakang.

"Wes digoleki sampe Alas D********* jebule, maghrib kaet ketemu arek iki, aku wes mikir elek"(sudah di cari sampai ujung *********** gak tahunya baru ketemu maghrib anak ini, aku sudah mikir buruk)".

Sehari semalam, Widya rupanya sudah menghilang. Ketika Widya melihat rumah penginapan mereka, Widya melihat banyak sekali orang berkumpul di sana.

Baca Juga: Kunjungi Tempat KKN di Desa Penari dan Bertemu Badarawuhi, Frislly Herlind Bongkar Lokasi Sebenarnya

San saat mata mereka melihat Widya, semuanya hampir tercengang tidak habis pikir.

Seperti melihat hantu, lalu, terlihat dari dalam Pak Prabu keluar. Wajahnya mengeras melihat Widya. Mata Pak Prabu mendelik, melihat Widya.

"Tekan ndi ndok?" (dari mana kamu nak)

Widya tidak menjawab apa yang pak Prabu tanyakan. Si ibu juga menenangkan Pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah.

Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan. Saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu di penuhi orang yang duduk bersila.

Mereka mengelilingi dua orang yang terbujur. Tubuhnya ditutup selendang, di ikat dengan tali putih, menyerupai kafan.

Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.

"Wid, tekan ndi awakmu?" (dari mana kamu Wid?) ucap Nur yang langsung memeluk Widya.

"Onok opo iki Nur?" (ada Apa ini Nur)

Nur menutup mulutnya, tidak tahu harus memulai darimana, sampai Wahyu berdiri.

"Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa ditutup,"

Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima. Ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi.

Matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yang menenangkan dari pawon.

Mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya.

"Sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi" (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi)

Mbah Buyut duduk di kursi kayu yang ada di pawon. Ia melihat Widya lama, kemudian mengatakan.

"Koncomu wes kelewatan"

"Pripun mbah?" (bagaimana mbah?)

"Yo opo rasane dikerubungi demit sa'alas?" (bagaimana rasanya di kelilingi makhluk halus satu hutan?)

Mbah Buyut masih mengaduk kopinya, memandang Widya yang tampak mulai kembali kesadaranya.

"Nyoh, diombe sek" (nih, diminum dulu)

Widya menyesap kopi dari Mbah Buyut, tiba-tiba rasa pahit yang monohok membuat tenggorokan Widya seperti dicekik. Membuat Widya memuntahkanya

Begitu banyak muntahan air liur Widya yang keluar. Ia melihat Mbah Buyut yang tampak mengangguk. Seperti memastikan.

Baca Juga: Mengerikan, Ternyata Ini Penyebab Kematian Bima Versi Mbah Buyut dalam Cerita KKN di Desa Penari

"Koncomu, ngelakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit" (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa diterima manusia, apalagi bangsa halus)" kata Mbah Buyut sembari geleng kepala.

"Paham ndok" (paham nak). Widya mengangguk.

"Sinden sing digarap, iku ngunu, sinden kembar, siji nang cidek kali, siji'ne nang enggon sing mok parani wingi bengi" (Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi)

"Eroh opo iku sinden?" (tahu kegunaan Sinden?)

"Mboten mbah" (tidak tahu Mbah)

"Sinden ku, enggon adus'e poro penari sak durunge tampil. Nah, Sinden sing cidek kali, gak popo digarap, tapi sinden sing sijine, ra oleh diparani, opo maneh sampe digawe kelon" (Sinden itu tempat mandinya para penari sebelum tampil, nah, sinden yang di dekat sungai tidak apa-apa dikerjakan, tapi sinden yang satunya, tidak boleh didatangi, apalagi dipakai kawin).

"Widya ngerti, sopo sing gok Sinden iku?" (Widya tahu siapa yang ada di sinden itu)

Widya diam lama, sebelum mengatakanya. "Ular Mbah"

"Nggih. betul. Sing mok delok iku, ulo-anak'e Bima karo" (yang kamu lihat itu, adalah anaknya Bima)

"Ular itu Mbah".Mbah buyut mengangguk.

"Iku ngunu, mbah sing kecolongan, Widya mek di dadekno Awu awu, ben si Mbah ngawasi Widya, tapi Mbah salah, koncomu iku sing ket awal wes di incer karo" (itu, mbah yang kecolongan, Widya cuam dijadikan pengalih perhatian, biar si Mbah ngawasi kamu, tapi Mbah salah, dari awal yang diincar sama)

Baca Juga: Bagaimana Komunikasi Mbah Dok Sang Penjaga Nur di Film KKN di Desa Penari, Ini Ulasannya Frislly Herlind

Mbah Buyut diam lama, seperti tidak mau menyebut nama makhluk itu.

"Ngantos, yo nopo mbah, Ayu kale bima saget mbalik?" (Lalu bagaimana mbah, apa Ayu sama Bima bisa kembali?)

"Isok isok" kata Mbah Buyut. "sampe balak'e diangkat.

Balak'e dilangkat mbah" (bencananya di angkat) kata Widya, bingung.

"Bima ambek Ayu wes kelewatan, sak iki, kudu nanggung opo sing dilakoni" (Bima sama Ayu sudah kelewatan, sekarang dia harus menanggung apa yang dia perbuat)

"Ayu sak iki, kudu nari, keliling Alas iki," (Ayu sekarang harus menari mengelilingi Hutan ini)

"sak angkule nari, sadalan-sadalan (tampil, menari, di setiap jengkal tanah ini).

"Bima Mbah?"

"Bima, yo kudu ngawini sing nduwe Sinden" (Bima ya harus mengawini yang punya Sinden)

"Badarawuhi Mbah"

Mbah buyut kaget. "Oh ngunu (oh begitu) wes eroh jeneng'e," (sudah tahu namanya)

"Badarawuhi, iku salah sijine sing jogo wilayah iki, tugas Badarawuhi iku nari, dadi bangsa lelembut iku yo seneng ndelok Badarawuhi iki nari, nah sak iki, Ayu kudu nanggung tugas Badarawuhi nari," (Badarawuhi itu salah satunya yang jaga di wilayah ini, tugasnya ya menari, jadi bangsa lelembut suka melihat tarian dari Badarawuhi, sekarang, Ayu harus menggantikanya)

"Bima, kudu ngawini Badarawuhi, anak'e iku wujud'e ulo, sekali ngelahirno, isok lahir ewonan ulo," (Bima harus mengawini Badarawuhi, anaknya itu berwujud ular, sekali melahirkan, bisa lahir ribuan ular)

"Salah kancamu, wes ngelakoni hal gendeng nang kunu, dadi kudu nanggung akibate, " (salah temanmu sendiri, jadi sekarang mereka harus tanggung jawab.

"Badarawuhi iku ngunu ratune ulo, bangsa lelembut sing titisan aji sapto, balak'e ra isok ditolak opo maneh dimendalno, mene isuk, tak coba'e ngomong apik-apik'an, wedihku, koncomu ra isok balek orep2," (Badarawuhi itu ratunya ular, bangsa lelembut yang sudah tak terbendung, kutukanya gak bisa ditolak apalagi sampai dibuang. Besok pagi biar tak coba ngomong baik-baik. Takutnya temanmu tidak bisa kembali hidup2).

Baca Juga: Benarkah Badarawuhi, Siluman Ular di Lokasi KKN di Desa Penari Ada Kaitannya dengan Nyi Roro Kidul?

Mbah Buyut pergi. Nur, Wahyu dan Anton melihat Widya sendirian di pawon, duduk sembari termenung. (Bersambung). ***

Editor: Riffa Anggadhitya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah