Inspirasi Dewi, Seorang Pekerja Sosial Masyarakat Yang Meraih Asa Dengan Bantu Sesama

- 11 Desember 2022, 08:05 WIB
Dewi Resmiani (34) , seorang pengurus Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kelurahan Ciroyom, Bandung (berjilbab biru) tengah menyalurkan bantuan bagi warga tak mampu
Dewi Resmiani (34) , seorang pengurus Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kelurahan Ciroyom, Bandung (berjilbab biru) tengah menyalurkan bantuan bagi warga tak mampu /istimewa/

KILASCIMAHI - Dewi Resmiani (34) terus menyusuri sebuah gang berliku di kawasan Kelurahan Ciroyom, Kecamatan Andir, Kota Bandung.

Ia bermaksud menemui seorang penyandang disabilitas bernama Ihat Solihat (45). Ihat merupakan korban tabrak lari saat usianya masih 9 tahun dan masih duduk di bangku kelas 3 SD.

Akibat kejadian itu, kaki Ihat harus diamputasi. Ia pun harus menghidupi 3 anaknya seorang diri. Pasalnya, suaminya telah meninggal 2017 lalu.

Dewi bermaksud memberi kabar gembira kepada Ihat. Minggu depan, Ihat akan memperoleh kaki palsu yang baru.

Baca Juga: Kebahagiaan Rafif, Pasien Anak Leukimia Yang Merasakan Berkah Kemerdekaan di Rumah Singgah Al Fatih

Beberapa waktu sebelumnya, Dewi berusaha mencarikan Ihat kaki palsu. Beruntung, salah satu lembaga kemanusiaan asal Jakarta akan menyalurkan bantuan kaki palsu gratis bagi warga tak mampu.

Ihat hanya satu dari sekian ribu pendampingan sosial yang Dewi lakukan.

Sejak 2017, Dewi meneguhkan tekadnya untuk selalu membantu orang yang membutuhkan. Pasalnya, waktu itu, Dewi mengaku begitu merasakan getirnya menjadi orang yang tengah mengalami kesulitan dan tidak ada yang membantu.

Saat itu, Dewi bersama suami, Mulyanto (40) panik karena anak keduanya, Fathan Zulham El Azzam sakit keras.

Saat itu, anaknya baru berusia dua tahun dan mengalami demam. Ia pun membawa anaknya ke salah satu rumah sakit terbesar di Bandung.

Dalam keadaan panik, ia tak berdaya saat petugas rumah sakit mengatakan bahwa tidak ada ruangan. Pun ia tak bisa protes saat petugas itu menolak merawat anaknya dengan cara yang halus.

''Kalau mau ditangani di IGD (Instalasi Gawat Darurat,red), tapi kasihan anaknya nanti akan melihat banyak yang aneh-aneh,''ujar petugas rumah sakit tersebut kepada Dewi.

Dewi bersama suami pun membawa Fathan ke rumah sakit lainnya. Jawabannya sama. Tidak ada ruangan.

''Anak saya baru dirawat di rumah sakit ketiga,''keluh Dewi.

Makanya, warga Jl Rajawali Timur, Gg Taruna IV, Kelurahan Ciroyom, Kecamatan Andir, Kota Bandung ini pun langsung mengiyakan saat diajak untuk menjadi perwakilan RW 4 untuk menjadi Garda Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).

Saat menjadi Garda PPKS, Dewi jadi mulai berinteraksi dengan persoalan-persoalan sosial di lingkungan dekat rumahnya. Mulai dari persoalan keluarga pra sejahtera, hingga berbagai musibah seperti kebakaran.

Baca Juga: Bahagianya Warga Tak Mampu Dapat Kaki Palsu dan Alat Bantu Hasil Pendampingan IPSM Kota Bandung

Usai Garda PPKS dibubarkan, Dewi tetap aktif sebagai Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Lantaran sudah dikenal aktif di dunia sosial, rumah Dewi dan nomor teleponnya sudah tersebar di hampir semua warga, bukan hanya di tingkat RW, melainkan juga kelurahan.

''Ada yang ke rumah minta supaya ibunya diantar ke rumah sakit, ada juga yang minta tolong lewat telepon untuk dibawa ke rumah sakit,''jelas ibu dari Noval Ikbal Ramadhan ini.

Jam berapapun, Dewi mengaku siap untuk mendampingi warga yang membutuhkan pertolongannya.

''Saya merasakan dulu saat sakit, panik, tidak ada yang menolong, mengurusin administrasi dan sebagainya itu seperti apa,''jelas Dewi.

Saat mengantar ke rumah sakit, biasanya Dewi yang membantu mengurusi administrasinya. Beberapa, kata dia, warga yang minta dibantu ke rumah sakit karena BPJS mereka tidak aktif.

Supaya bisa diterima di rumah sakit, Dewi berangkat ke Baznas untuk minta supaya tunggakan BPJS warga yang ia dampingi dibantu.

Sesampainya di rumah sakit, persoalan tidak selesai begitu saja.

''Meski BPJS sudah bisa digunakan, kadang ada petugas rumah sakit yang mengatakan tidak bisa merawat pasien yang saya dampingi dengan alasan tidak ada ruangan,''cetus pengurus Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kelurahan Ciroyom ini.

Tapi, Dewi tak percaya begitu saja. Ia bergegas naik ke lantai dua, dan lantai ruang rawat untuk kelas III di rumah sakit tersebut.

Baca Juga: Seorang Wanita Ditemukan Di Pinggir Jalan, Diduga Korban Penganiayaan, IPSM Kota Bandung Dampingi ke RSHS

Ia masuk ke setiap ruangan dan mengambil foto. Pasalnya, ia menemukan banyak ruangan yang masih tersedia bed kosong untuk pasien.

''Saya liatin fotonya ke petugas rumah sakit, baru mereka pura-pura telepon dulu, dan mengatakan bahwa sudah ada ruangan kosong karena ada pasien pulang,''ujar dia.

Tak hanya itu, ia pun kerap mendapati petugas rumah sakit yang menyebut tidak ada ruangan untuk pasien kelas III dan menawarkan supaya dirawat di ruangan untuk kelas II.

Jika setuju, kata Dewi, artinya pasien akan mengeluarkan uang untuk selisih biaya ruangan.

''Saya menolak, kan yang saya bawa itu pasien tidak mampu, BPJS kelas III. Kadang saya suka berdebat di situ, tapi biasanya akhirnya petugas menyebut ada ruangan kelas III yang baru saja kosong dan bisa ditempai,''cetus dia.

Satu hal yang kerap membuat Dewi tidak enak hati adalah saat ia disebut calo oleh petugas rumah sakit karena mengantar pasien yang bukan bagian dari keluarganya.

Padahal, tidak ada sepeserpun uang yang ia kutip dari pasien yang ia bantu.

''Malah kebanyakannya mengeluarkan uang sendiri,''keluh dia.

Menurut Dewi, sering kali ia membawa pasien ke rumah sakit dengan menggunakan ambulance. Walaupun gratis, Dewi mengaku tetap perlu merogoh saku untuk biaya makan minum supir.

Baca Juga: Usai Memberi Bantuan Kaki Palsu, IPSM Kota Bandung Kunjungi Korban Tabrak Lari

Pernah, Dewi menangani gelandangan yang ia temukan di jalan. Kaki gelandangan itu terluka, sehingga tidak bisa berjalan.

Ia pun membawanya dengan menggunakan ambulance ke rumah sakit.

''Sampai di IGD rumah sakit, ditangani, dimandikan dan diobati. Tapi tidak bisa sampai rawat inap karena tidak memiliki identitas,''jelas dia.

Ia pun kemudian membawa gelandangan ini ke Dinas Sosial Jabar untuk kemudian dikembalikan ke tempat asalnya di Bekasi.

''Total biaya yang keluar untuk menangani gelandangan ini sampai Rp 800 ribu, saya udunan sama yang lain aja,''jelas Dewi.

Dewi mengaku sangat mencintai profesinya sebagai pekerja sosial ini. Meski secara finansial tidak menghasilkan, tapi bisa menolong orang lain merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri.

Dewi pun mengaku hidup pas-pasan. Suaminya hanya seorang pengemudi ojek online.

''Tapi allhamdulullah suami mendukung. Selama buat kebaikan katanya akan terus didukung,''ujar Dewi.

Anak-anak pun tidak merasa keberatan jika seringkali ibunya keluar rumah, mau pagi, sore atau malam untuk membantu tetangga atau warga lain yang membutuhkan.

Harapan Dewi hanya satu. Ia minta ketika bertugas menjadi pekerja sosial masyarakat, bisa lebih dihargai oleh petugas-petugas lainnya seperti petugas rumah sakit, atau pegawai dinas kesehatan dan instansi lainnya.

Baca Juga:   Viral! Relawan Gempa Cianjur Bikin Info Unik di Facebok Berjuang Mengejar Cinta Pengungsi Bernama Mira

''Hanya itu saja, dengan lebih dihargai, mudah-mudahan pekerjaan saya saat mendampingi warga bisa lebih dilancarkan,''pungkas Dewi.

Editor: Riffa Anggadhitya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah