Teks Manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani Bagian 2, Lengkap dengan Arti, Akan Dibaca Pada Harlah Satu Abad NU

- 6 Februari 2023, 21:34 WIB
teks Manaqib bagian 2 Syekh Abdul Qodir Jaelani akan dibaca saat malam Harlah NU ke 1 Abad 2023
teks Manaqib bagian 2 Syekh Abdul Qodir Jaelani akan dibaca saat malam Harlah NU ke 1 Abad 2023 /
 
 
 
KILASCIMAHI - Berikut teks manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani bagian 2 lengkap dengan artinya, yang akan di bacakan saat malam Harlah satu Abad NU.
 
Pada malam Harlah satu Abad NU besok akan dibacakan teks manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani
 
Manaqib adalah kalimat bahasa Arab yang berarti biografi, biasanya yang dibacakan adalah biografi seorang wali legendaris, Harlah satu Abad NU akan dibacakan manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani. 
 
Salah satu contoh manaqib adalah biografi Syekh Abdul Qodir Jaelani, sosok wali legendaris yang sering dibacakan oleh warga Nahdlatul Ulama, tak terkecuali pada malam Harlah satu Abad NU besok
 
 
Seperti diketahui, Nahdlatul Ulama atau NU ini berdiri pada 31 Januari 1926 atau bertepatan pada 16 Rajab 1344 H lalu.
 
Oleh karena itu, pada 16 Rajab 1444 Nahdlatul Ulama genap berumur 100 tahun atau satu Abad.
 
Berbagai acara untuk peringatan satu Abad NU ini telah disusun secara sistematis, dan akan dihadiri 1,6 juta Nahdliyydin.
 
Acara pembukaan perayaan satu Abad NU ini akan dibuka oleh pembacaan manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani.
 
 
Dikutip dari laman KESAN (Kedaulatan Santri) berikut adalah teks manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani (Lujain Ad-Dani) bagian 2.
 
وُلِدَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ بِجِيْلَانَ وَهِيَ بِلَادٌ مُتَفَرِّقَةٌ مِنْ وَرآءِ طَبَرِسْتَانَ فِىْ سَنَةِ إِحْدٰى وَسَبْعِيْنَ وَأَرْبَعِ مِائَةٍ وَكَانَ فِىْطُفُوْلِيَّتِه۪ يَمْتَنِعَ مِنَ الرَّضَاعَةِ فِىْ نَهَارِ رَمَضَانَ عِنَايَةً مِنَ اللّٰهِ تَعَالٰى بِه۪ وَلَمَّا تَرَعْرَعَ وَسآرَ إِلٰى طَلَبِ اْلعُلُوْمِ وَقَصَدَ كُلَّ مِفْضَالٍ عَلِيْمٍ وَمَدَّ يَدَه۫ إِلٰى اْلفَضآئِلِ فَكَانَ أَسْرَعَ مِنْ خَطْوِ الظَّلِيْمِ
وَتَفَقَّهَ بِأَبِى اْلوَفاَ عَلِيِّ ابْنِ عَقِيْلٍ وَأَبِى الْخَطَّابِ الْكَلْوَذَانِىّ مَحْفُوْظِ بْنِ أَحْمَدَ الْجَلِيْلِ وَأَبِى الْحُسَيْنِ مُحَمَّدِ ابْنِ اْلقَاضِىْ أَبِىْ يَعْلىٰ وَغَيْرِهِمْ مِمَّنْ تُنَصُّ لَدَيْهِ عَرآئِسُ اْلعُلُوْمِ وَتُجَلّٰى وَقَرَأَ الْأَدَبَ عَلىٰ أَبِىْ زَكَرِيَّا يَحْيٰى ابْنِ عَلِيِّ التِّبْرِيْزِىْ وَاقْتَبَسَ مِنْهُ أَيَّ اقْتِبَاسٍ وَأَخَذَ عِلْمَ الطَّرِيْقَةِ عَنِ اْلعَارِفِ بِاللّٰهِ الشَّيْخِ أَبِى الْخَيْرِ حَمَّادِ بْنِ مُسْلِمِ الدَّبَّاسِ
وَلَبِسَ مِنْ يَدِ اْلقَاضِىْ أَبِىْ سَعِيْدِ الْمُبَارَكِ الْخِرْقَةَ الشَّرِيْفَةَ الصُّوْفِيَّةَ وَتَأَدَبَّ بِآدَابِهِ اْلوَفِيَّةِ وَلَمْ يَزَلْ مَلْحُوْظًا بِالْعِنَايَةِ الرَّبَّانِيَّةِ عَارِجًا فِى مَعَارِجِ اْلكَمَالَاتِ بِهِمَّتِهِ اْلأَبِيَّةِ آخِذًا نَفْسَه۫بِالْجِدِّ مُشَمِّرًا عَنْ سَاعِدِ اْلإِجْتِهَادِ نَابِذًا لِمَأْلُوْفِ اْلإِسْعَافِ وَاْلإِسْعَادِ حَتّٰى أَنَّه۫ مَكَثَ خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ سَنَةً سآئِرًا فِى صَحْرآءِ الْعِرَاقِ وَخَرَايَاتِه۪ لَا يَعْرِفُ النَّاسَ وَلَا يَعْرِفُوْنَه۫ فَيَعْدِلُوْنَه۫ عَنْ أَ مْرِه۪ وَيَصْرِفُوْنَه۫ وَقَاسٰى فِىْ بِدَايَةِ أَمْرِهِ اْلأَخْطَارُ فَمَا تَرَكَ هَوْلًا إِلَّارَكِبَه۫ وَقَفَّرَ مِنْهُ اْلقِفَارُ
وَكَانَ لِبَاسُه۫ جُبَّةَ صُوْفٍ وَعَلىٰ رَأْسِه۪ خُرَيْقَةٌ يَمْشِىْ حَافِيًا فِى الشَّوْكِ وَاْلوَعِرْ لِعَدَمِ وِجْدَانِه۪ نَعْلًا يَمْشِيْ فِيْهَا وَيَقْتَاتُ ثَمَرَ اْلأَشْجَارِ وَقُمَامَةَ اْلبَقْلِالتُّرْمٰى وَوَرَقَ الْحَشِيْشِ مِنْ شَاطِئِى النَّهْرِ وَلَايَنَامُ غَالِبًا وَلَايَشْرَبُ الْمَاءَ
وَبَقِيَ مُدَّةً لَمْ يَأْكُلْ فِيْهَا طَعَامًا فَلَقِيَه۫ إِنْسَانٌ فَأَعْطَاهُ صُرَّةَ دَرَاهِمَ إِكْرَامًا فَأَخَذَ بِبَعْضِهَا خُبْزًا سَمِيْدًا وَخَبِيْصًا وَجَلَسَ لِيَأْكُلَ وَإِذًا بِرُقْعَةٍ مَكْتُوْبٍ فِيْهَا إِنَّمَا جُعِلَتِ الشَّهَوَاتُ لِضُعَفآءِ عِبَادِيْ لِيَسْتَعِيْنُوْا بِهَا عَلَى الطَّاعَاتِ وَأَمَّا اْلأَقْوِيآءُ فَمَا لَهُمُ الشَّهَوَاتُ فَتَرَكَ الْأَكْلَ وَأَخَذَ الْمِنْدِيْلَ وَتَرَكَ مَا كَانَ فِيْهِ وَتَوَجَّهَ فِى اْلقِبْلَةِ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَانْصَرَفَ وَفَهِمَ أَنَّه۫ مَحْفُوْظٌ وَمُعْتَنًى بِه۪ وَعَرَفَ
اللّٰهُــمَّ انْشُرْ نَفَحَاتِ الرِّضْوَانِ عَلَيْهِ
وَأَمِدَّنَا بِلْأَسْرَارِ الَّتِىْ أَوْدَعْتَهَا لَدَيْهِ
 
 
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, mudah-mudahan Allah meridhoi nya, dilahirkan di dusun Jilan, kota terpencil di luar kota Tobaristan, pada tanggal 1 Ramadhan 471 H. Pada waktu beliau masih bayi, di siang hari bulan Ramadhan, beliau tidak mau menyusu, karena inayah dari Allah kepada beliau. Dan ketika usianya mendekati baligh, Syaikh Abdul Qadir gemar mempelajari ilmu pengetahuan, mengunjungi para ulama yang mulia lagi berpengetahuan tinggi, dengan amalan-amalan solehnya mencapai derajat yang utama, maka kemajuannya dalam bidang ilmu lebih cepat dari terbangnya burung merak.
 
Syaikh Abdul Qadir belajar ilmu fiqih kepada Syaikh Abil Wafa Ali bin Aqil dan kepada Syaikh Abil Khatab Al-Kalwadzani Mahfudh bin Ahmad Al-Jalil, dan kepada Syaikh Abil Husaini Muhammad bin Al-Qadhi Abi Ya'la, juga kepada para ulama yang berilmu luhur dan berderajat mulia. Di bidang adab, beliau belajar kepada Syaikh Abi Zakariya Yahya bin Ali At-Tibrizi. Di situlah beliau menggunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk menggali berbagai hal yang bermanfaat dan berguna. Kemudian beliau belajar ilmu tarekat kepada seorang mursyid arif billah, yaitu Syaikh Abil Khairi Hammad bin Muslim Ad-Dabbas.
 
 
Kemudian, Syaikh Abdul Qadir meneruskan baiat tarekatnya kepada Syaikh Qadhi Abi Sa'id Al-Mubarak. Beliau pun meniru adabiyah sang guru yang sudah sempurna. Tak henti-hentinya Syaikh Abdul Qadir terpelihara atas inayah Allah, sehingga derajat kewaliannya terus naik ke tingkat kesempurnaan. Karena cita-citanya yang luhur, beliau dapat mengalahkan sifat yang tercela dan nafsu setan yang menyesatkan, dan meninggalkan apa yang menjadi kesenangannya dan hal-hal yang mubah (boleh), juga meninggalkan keramaian dunia, pergi mengembara ke hutan di negeri Irak selama dua puluh lima tahun sehingga tidak mengenal orang dan tidak dikenal orang, bahkan banyak orang yang mencemooh dan tidak mau memperdulikan, karena keluarga yang menjadi tanggung jawabnya seakan-akan diabaikan. Pada mulanya, beliau melakukan pengembaraan memang dirasakan banyak menghadapi tantangan serta kekhawatiran, tetapi semua hambatan itu dapat dihadapi dengan tabah dan tetap melanjutkan pengembaraan ke hutan belantara.
 
 
Pakaian yang dipakainya adalah jubah dari bulu, kepalanya ditutup sobekan kain, berjalan tanpa sandal, melalui tempat-tempat berduri di tanah-tanah terjal, yang demikian itu karena beliau tidak menemukan sandal. Makanannya buah-buahan yang masih di pohon, sayur yang sudah dibuang, daun-daun rerumputan yang berada di tepi-tepi sungai, bahkan lebih banyak tidur dan tidak minum.
Pernah berhari-hari beliau tidak makan apa pun, tiba-tiba dijumpai seseorang yang kemudian memberinya sebuah kantong berisi penuh dengan uang dirham sebagai penghargaan kepada beliau. Kemudian diambilnya sebagian untuk membeli tepung, jenang dari kurma, dan samin, lalu duduklah Syaikh Abdul Qadir untuk menikmati makanan tersebut. Tiba-tiba ada sebuah kertas yang jatuh, tulisannya berbunyi: syahwat itu dijadikan untuk hamba-hamba-Ku yang lemah, sebagai perantara untuk melaksanakan taat kepada Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Ku yang kuat, tentu tidak mempunyai kesenangan syahwat apa pun.
 
 
Seketika itu beliau meninggalkan makan, mengambil sapu tangan untuk membungkusnya, lalu menghadap kiblat untuk shalat dua rakaat. Kemudian beliau meninggalkan tempat itu. Karena kejadian ini beliau sadar, bahwa dirinya dijaga oleh Allah dan selalu dalam pertolongan-Nya.
Ya Allah, hamparkanlah bau harum keridhaan-Mu kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, dan anugerahkan kepada kami berkat rahasia kewalian yang Engkau titipkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
 
Demikian teks manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani bagian 2, yang akan dibaca pada malam Harlah satu Abad NU.***
 
 

Editor: Baiq Aprilia Intan Sinara H.


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x