Jika Arteria Dahlan Tidak Meminta Maaf, kepada Masyarakat Sunda, Kang Emil Menilai Ini yang Akan Terjadi

19 Januari 2022, 06:33 WIB
Ridwan Kamil mendesak Arteria Dahlan untuk meminta maaf pada warga Sunda terkait isu permintaannya untuk pecat Kejati. //Kolase Instagram/@sahabatarteriadahlan dan Youtube/Najwa Shihab

KILASCIMAHI - Reaksi atas pernyataan politisi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan yang meminta kepada Jaksa Agung untuk memecat Kajati yang menggunakan bahasa sunda dalam rapat untuk dipecat terus melebar.

Kini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang meminta kepada anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan untuk meminta maaf kepada masyarakat Sunda.

"Jadi saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi. Sebenarnya orang Sunda itu pemaaf ya, jadi saya berharap itu dilakukan," ujar Kang Emil, sapaan akrabnya dalam siaran persnya yang diterima KilasCimahi.com, Rabu (19/1).

Baca Juga: Anggota Dewan dari PDI Perjuangan Menilai Arteria Dahlan Sudah Berlebihan, AMS: Menghinakan Masyarakat Sunda

Menurut Kang Emil, demikian ia biasa disapa, ada dua jenis masyarakat dalam melihat perbedaan. Pertama, ada yang melihat perbedaan itu sebagai kekayaan atau sebagai rahmat. Kelompok kedua, katanya, ada yang melihat perbedaan sebagai sumber kebencian dan itu yang harus dilawan.

"Jadi saya menyesalkan statement dari Pak Arteria Dahlan terkait masalah bahasa ya, yang ada ratusan tahun atau ribuan tahun, menjadi kekayaan Nusantara ini," katanya.

Emil menyesalkan cara penyampaian Arteria yang merasa tidak nyaman dengan penggunaan Bahasa Sunda. Menurut dia, jika Arteria merasa tidak nyaman ada kajati yang menggunakan bahasa Sunda, tinggal disampaikan secara sederhana.

Baca Juga: Pegawai Honorer di Instansi Pemerintah Siap-siap 2023 Diberhentikan

Tapi, kata Emil, kalau sampai meminta untuk diberhentikan jabatan, itu sangat berlebihan.

"Tidak ada dasar hukum yang jelas dan saya amati ini menyinggung banyak pihak warga Sunda di mana-mana. Saya sudah cek ke mana-mana. Saya kira tidak ada di rapat yang sifatnya formal dari A sampai Z-nya Bahasa Sunda," katanya.

Biasanya, kata dia, bahasa daerah diucapkan hanya pada momen tertentu seperti ucapan selamat, pembuka pidato atau penutup pidato, atau di tengah-tengah saat ada celetukan.

"Makanya harus ditanya mana buktinya yang membuat tidak nyaman. Bayangan saya kelihatannya tidak seperti yang disampaikan persepsinya seperti itu," katanya.

Baca Juga: Ikuti Langkah Ghozali Berbisnis Aset Digital, Kang Emil Siapkan 26 Ribu Ghozali Baru

Bahasa daerah, kata dia, akan mewarnai penuturan dalam berbagai kesempatan yang mencirikan kekayaan dan keberagaman Indonesia.
"Makanya Pancasila, Bhineka Tunggal Ika itu mewakili semangat itu. Jadi kalau ada yang rasis seperti itu menurut saya harus diingatkan tentunya dengan baik-baik dululah," katanya.

Editor: Riffa Anggadhitya

Tags

Terkini

Terpopuler