Lupa Baca Niat Puasa Apakah Sah? Yuk Simak Penjelasannya Berikut Ini!

- 31 Maret 2023, 02:00 WIB
Berikut ini bacaan niat puasa Qadha Ramadhan di Bulan Syawal
Berikut ini bacaan niat puasa Qadha Ramadhan di Bulan Syawal //pexels

KILASCIMAHI - Apakah sah jika kita berpuasa namun lupa membaca niatnya? Berikut ini penjelasannya.

Salah satu hal yang utama ketika kita akan melaksanakan puasa yakni membaca niat. Namun terkadang sebagian orang masih lupa untuk membacakan niat puasa.

Lantas jika kita lupa membaca niat puasa apakah puasa kita akan tetap sah? Yuk langsung simak ulasannya berikut ini.

Baca Juga: Simak Penjelasan Hadits Nabi Tentang Puasa Adalah Perisai Bayi Hamba Yang Beriman!

Berikut ini ulasan KilasCimahi.com mengenai hukum lupa membaca niat puasa, dilansir dari laman lampung.nu.or.id

Ramadhan merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. keberadaan bulan Ramadhan juga disebut sebagai bulan Al-Qur’an. Bukan hanya karena diturunkan Alquran di bulan Ramadhan juga pada Bulan Ramadhan pula biasanya umat Islam lebih ramai dan lebih sering membaca Al-Qur’an. 

Pada Bulan Ramadhan mereka lebih banyak mengkhatamkan Al-Qur’an dibandingkan dengan pada bulan-bulan lain. Itulah yang dilakukan generasi salafush-shalih sejak era Sahabat, Tabi'in, Tabi' at-Tabi'in dan generasi setelah mereka hingga saat ini.

Fenomena ini sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. berkata, “Jibril (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi saw. setiap tahun sekali (khatam selama Ramadhan). Pada tahun beliau menjelang wafat, dua kali khatam (selama Ramadhan).” (HR al-Bukhari). 

Sangat banyak kelebihan dan keistimewaan bulan Ramadhan, kita berlomba meraihnya. Terlepas dari itu, meskipun banyaknya fadhilah dan kelebihan yang dimiliki Ramadhan, namun ibadah Ramadhan tanpa dilandasi dengan niat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, tentunya puasa Ramadhan juga tidak berarti. 

Sebagaimana ibadah-ibadah lain, niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan. Niat adalah i’tikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan.

Kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa. Imam Syafi’i sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678). 

Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut. Talaffudh berguna dalam memantapkan i’tikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.

Puasa Ramadhan merupakan kewajiban setiap muslim yang telah mencukupi syarat dan rukun. Sahnya puasa Ramadhan tidak terlepas dari adanya niat malam hari dari tenggelamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar, sebagai rukun pertama. Keterangan ini sebagaimana hadis Nabi saw: “Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya.”(HR. Abu Daud, at Tirmidzi, an Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad). 

Berdasarkan dari hadis tersebut, sangat jelas bahwa orang yang tidak niat puasa fardlu di malam harinya, maka puasanya tidak sah. Namun, bagaimana jika ada seseorang yang lupa berniat di malam harinya, tetapi dia makan sahur, apakah dengan makan sahur tersebut sudah mewakili niatnya yang tak terbersitkan di dalam hati?

Al Alim al Allamah Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, murid imam ahli fiqh, Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Fathul Mu’in telah membahas permasalahan ini. Ia mengatakan: “Makan sahur tidak cukup sebagai pengganti niat, 

meskipun ia makan sahur bermaksud agar kuat melaksanakan puasa. 

Baca Juga: Manfaatkan Waktumu Di Bulan Ramadhan Dengan Mengadakan Program Mengaji Seperti Yang Dilakukan Warga Cimahi

Dan mencegah dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa karena khawatir akan terbitnya fajar juga tidak mencukupi sebagai pengganti niat selama tidak terbersit (di dalam hatinya) niat puasa dengan sifat-sifat yang wajib disinggung di dalam niat.” (Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, kitab Fathul Mu’in)

Berdasarkan keterangan tersebut, maka sangat jelas bahwa makan sahur belum mewakili niat puasa. Sehingga puasa yang dilakukan oleh orang yang lupa niat puasa di malam harinya dianggap tidak sah, dan ia harus mengqadha puasa tersebut di luar bulan Ramadan. 

Meskipun puasanya tidak sah, bukan berarti ia boleh makan dan minum sepuasnya atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu. 

Orang tersebut tetap disyari'atkan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu. Yang demikian itu untuk menghormati waktu yang banyak orang melaksanakan puasa di dalamnya, yakni bulan Ramadan.

 Meskipun puasanya tidak dianggap tetapi ia tetap mendapatkan pahala dengan menahan diri tidak makan dan melakukan perkara yang membatalkan puasa. Meski demikian, ulama mazhab Syafi’i tetap memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadan pada malam harinya.

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab menuturkan solusi tersebut sebagai berikut: “Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadhan dipagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315)

Berdasarkan dari keterangan di atas, orang yang lupa belum berniat puasa Ramadan pada malam harinya ia masih memiliki kesempatan untuk melakukan niat tersebut pada pagi harinya dengan catatan bahwa niat yang ia lakukan pada pagi hari itu juga mesti ia pahami dan niati sebagai sikap taqlid atau mengikuti dengan apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah. 

Niatan taqlid seperti ini perlu. Mengingat umat muslim Indonesia adalah pengikut mazhab Syafi’i yang dalam aturannya mengharuskan niat di malam hari, tidak boleh niat di pagi hari (seteleh terbit fajar). 

Bila niat berpuasa di pagi hari tidak diniati sebagai langkah taqlid terhadap Imam Abu Hanifah maka ia dianggap mencampuradukkan ibadah yang rusak. Ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab fatwanya: “Dalam kitab Al-Majmû’ disebutkan, disunahkan bagi orang yang lupa berniat puasa di bulan Ramadhan untuk berniat pada pagi hari karena bagi Imam Abu Hanifah hal itu sudah mencukupi, maka diambil langkah kehati-hatian dengan niat. 

Niat yang demikian itu mengikuti (taqlid) Imam Abu Hanifah. Bila tidak diniati taqlid maka ia telah mencampurkan satu ibadah yang rusak dalam keyakinannya dan hal itu haram hukumnya.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatâwâ Al-Fiqhiyyah Al-Kubrâ, juz IV, hal. 307)

Berdasarkan dari penjelasan di atas, apabila ada orang yang lupa berniat puasa pada malam hari masih dapat terselamatkan puasanya. Namun perlu ditegaskan bahwa solusi ini hanya untuk mereka yang lupa tidak berniat, bukan sengaja tidak berniat di malam hari. Catatan penting yang harus digaris bawahi adalah jangan sampai terjadinya talfiq dalam beribadah. 

Berkaitan dengan puasa Ramadhan, pada problem lupa berniat malam harinya apabila mengikuti (taqlid) Imam Abu Hanifah, jika tidak bertaqlid, kewajiban berpuasa tetap dilanjutkan siang harinya dan mengqadhanya di hari lainnya.

Baca Juga: Es Capuccino Cincau Minuman Pelepas Dahaga Untuk Berbuka Puasa, Yuk Simak Resepnya!

Itulah ulasan penjelasan hukum berpuasa bila lupa membaca niat.***

https://lampung.nu.or.id/syiar/lupa-niat-berpuasa-sahkah-puasa-ramadhan-qA3jF

Editor: Baiq Aprilia Intan Sinara H.


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x