Nur yang saat itu menemui Pak Prabu menceritakan asal mula Bima menemukan kawaturih di sanggar.
Bima tampak menimbang apakah dia harus bicara atau tidak sampai akhirnya ia menyerah dan mengatakanya.
“aku khilaf Nur” kata Bima,
“cah iki, pancet ae” (benar2 ya)
“gak, gak iku. aku pancen khilaf wes ngunu ambek ayu, tapi aku luweh khilaf, wes nyobak-nyobak melet Widya” (bukan, bukan itu, aku memang khilaf sudah melakukan itu sama Ayu, tapi aku lebih khilaf sudah mencoba membuat Widya suka sama aku)
“maksude?” tanya Nur penasaran.
“nang nggon sing mok parani, iku onok sing jogo, arek wedok ayu, jeneng’e dawuh” (di tempat yang kamu datangi ada penjaganya, seorang perempuan cantik, namanya dawuh)
“jin” tanya Ayu,
“gak. menungso” (tidak. manusia)
“mosok onok, iku ngunu jin,” (mana ada, itu jin)