Waspada! Jangan Sampai Memiliki Keturunan yang Lemah

- 15 Desember 2021, 10:10 WIB
Ilustrasi keakraban ayah dan anak
Ilustrasi keakraban ayah dan anak /riffa anggadhitya/pixabay

KILASCIMAHI - Apakah ayah bunda sering kali menghadapi anak yang mudah marah? Padahal, persoalannya pun sangat sepele. Atau, ayah bunda kerap kali jengkel melihat anak yang mudah menyerah ketika banyaknya soal dalam pembelajaran daring? Akibatnya, ayah bunda yang jadi backbone, dan malah mengerjakan soal-soal anak? APakah ini artinya keturunan kita lemah?  Jangan sampai memiliki keturunan yang lemah.

Baca Juga: 5 Prinsip Parenting Membentuk Karakter Positif pada Anak 

Allah SWT telah mengingatkan orang tua agar jangan sampai memiliki keturunan yang lemah. Hal ini Allah tunjukkan dalam Surat Annissa ayat 9. Siapa anak-anak yang lemah itu? Bukan anak yang tak mampu angkat barbel atau lari keliling senayan. Sebab lemah dalam ayat ini pakai kata dhi’aafan bukan wahnan seperti dalam Surat Luqman ayat 14.

Supaya jangan sampai memiliki keturunan yang lemah, Praktisi Islamic Parenting, Ustadz Bendri Jaisyurrahman dalam fan fage Facebook Bendri Jaisyurrahman, menyebutkan keturunan yang lemah yang termaktub dalam Annisa ayat 9 itu bermakna psikis, sedangkan wahnan berarti lemah fisik.

Ditambahkan pemilik akun Instagram @ajobendri ini, setidaknya ada tiga ciri anak yang lemah:

  1. Lemah menghadapi Ujian kesulitan
  2. Lemah dalam menghadapi ujian syahwat
  3. Lemah dalam menghadapi ujian kemarahan

Sebenarnya, kata Ustadz Bendri, Allah telah memberikan solusinya dalam ayat Annisa ayat 9, yakni dengan ketakwaan kepada Allah dan qoulan sadiidan atau Komunikasi yang benar.

Baca Juga: Cara Awasi Penggunaan Gadget Anak dengan Google Family Link

Pakar pendidikan dan psikologi anak, Rudolf Dreikurs, berkata bahwa orang tua yang baik adalah ''yang berbicara dengan anaknya, bukan berbicara kepada anaknya''.

 Anak di sini maksudnya yang telah akil baligh. Pada masa ini anak sudah menjadi mitra dialog orangtua (berbicara dengan mereka), bukan sekadar sebagai sasaran pembicaraan atau khotbah moral (berbicara kepada mereka).

Kesulitan yang paling tragis antara orangtua dan anak adalah tiadanya komunikasi yang kondusif. Ketika orangtua berhadapan dengan anak, di sini terdapat dua ego (aku). Apabila orangtua memaksakan kehendaknya seperti ia ingin anaknya sebagai kelanjutan darinya; ataupun sebaliknya, jika orangtua menyerahkan sebebas-bebasnya apa yang diinginkan anak, maka di sini hanya muncul satu ego, bukan perpaduan dua ego itu.

Halaman:

Editor: Riffa Anggadhitya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x