Ramadhan Sebagai Momentum Melejitkan Takwa! Beginilah Tanda Dan Hakikat Orang Yang Bertakwa

25 Maret 2023, 17:43 WIB
Ramadhan sebagai ajang Melejitkan Takwa /Facebook Muslimah News Com /Burst-Shopify/Mukesh Mishra

KILASCIMAHI - Ramadhan adalah bulan yang dinanti-nanti oleh umat Islam di seluruh dunia. Hal ini karena banyak sekali keutamaan yang tersimpan di dalam bulan Ramadhan.

 Pada bulan Ramadhan pula, Allah SWT melipatgandakan pahala atas amal-amal ibadah yang dilaksanakan.

Sehingga, pada akhir Ramadhan nanti, layaknya diri mendapatkan predikat takwa. Lalu seperti apa tanda dan hakikat orang yang bertakwa?

Simak selengkapnya, sebagaimana dilansir dari akun Facebook Muslimah News Com.

Takwa tentu memiliki sejumlah tanda. Imam Al-Hasan berkata, “Orang bertakwa memiliki sejumlah tanda yang dapat diketahui, yakni jujur/benar dalam berbicara, senantiasa menunaikan amanah, selalu memenuhi janji, rendah hati dan tidak sombong, senantiasa memelihara silaturahmi, selalu menyayangi orang-orang lemah/miskin, memelihara diri dari kaum wanita, berakhlak baik, memiliki ilmu yang luas, senantiasa bertakarub kepada Allah.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Al-Hilm, I/32).

Baca Juga: Hukum Puasa Jika Saat Imsak Belum Mandi Wajib, Lakukan Tayamum Kata Buya Yahya

Terkait takwa pula, Zubair bin Al-Awwam pernah menulis surat yang berisi nasihat untuk dirinya sendiri. Di dalam surat itu dinyatakan, “Amma ba’du. Sesungguhnya orang bertakwa itu memiliki sejumlah tanda yang diketahui oleh orang lain maupun dirinya sendiri, yakni: sabar dalam menanggung derita, rida terhadap qada, mensyukuri nikmat, dan merendahkan diri (tunduk) di hadapan hukum-hukum Al-Qur’an.” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, I/170; Abu Nu’aim al-Asbahani, Hilyah Awliyâ, I/177).

Takwa tentu harus selalu ada pada diri seorang muslim kapan saja, di mana saja, dan dalam keadaan bagaimana pun. Rasulullah SAW. pernah bersabda,

إِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

“Bertakwalah engkau dalam segala keadaanmu!” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad).

Frasa “haytsumâ kunta” maksudnya dalam keadaan lapang atau sempit, senang atau susah, riang-gembira atau saat tertimpa bencana (Al-Mubarakfuri, VI/104). Frasa “haytsumâ kunta” juga bermakna: di manapun berada, baik saat manusia melihat Anda ataupun saat mereka tak melihat Anda (Muhammad bin ‘Alan ash-Shiddiqi, Dalîl al-Fâlihîn, I/164).

Lalu seperti apa hakikat takwa?

Allah Swt. berfirman,

الٓمٓ . ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ

“Alif lâm mîm. Kitab (al-Quran) ini, tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi kaum yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 1—2).

Saat menafsirkan ayat di atas, Imam Ali Ash-Shabuni mengutip antara lain pernyataan Imam al-Hasan Al-Bashri, “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap apa saja yang telah Allah Swt. larang atas diri mereka dan menunaikan apa saja yang telah Allah Swt. wajibkan atas diri mereka.” (Lihat: Ali Ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsîr, I/26).

Adapun menurut Imam Ibn Jarir Ath-Thabari, mengutip pernyataan Ibn Abbas ra., “Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang takut menyekutukan Allah Swt. dan mengamalkan apa saja yang telah Allah Swt. wajibkan atas mereka.” (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, I/232—233).

Dengan demikian, jika memang takwa adalah “buah” dari saum Ramadhan yang dilakukan oleh setiap mukmin, idealnya usai Ramadhan, setiap mukmin senantiasa takut terhadap murka Allah Swt. dengan cara selalu berupaya menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, selalu berupaya menjauhi kesyirikan, senantiasa menjalankan ketaatan, memiliki rasa takut untuk melakukan perkara-perkara yang haram, dan senantiasa berupaya menjalankan semua kewajiban yang telah Allah Swt. bebankan kepada dirinya.

Bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan salat, melaksanakan saum Ramadan, atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah, sedangkan ia biasa memakan riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat, dan enggan terikat dengan syariat Islam di luar yang terkait dengan ibadah ritual.

Orang bertakwa pun tentu selalu berupaya menjauhi kesyirikan. Syirik maknanya adalah menyekutukan Allah Swt. dengan makhluk-Nya, baik dalam konteks akidah maupun ibadah, termasuk meyakini sekaligus menjalankan hukum apa pun selain hukum-Nya. Sebabnya, hal itu pun bisa dianggap sebagai bentuk kesyirikan. Allah Swt. berfirman,

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” (QS At-Taubah [9]: 31).

Terkait ayat ini, ada sebuah peristiwa menarik. Diriwayatkan bahwa saat Baginda Rasulullah saw. membaca ayat ini, kebetulan datanglah Adi bin Hatim kepada beliau dengan maksud hendak masuk Islam.

Saat Adi bin Hatim yang ketika itu masih beragama Nasrani mendengar ayat tersebut, ia kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, kami (orang-orang Nasrani) tidak pernah menyembah para pendeta kami.” Namun, Baginda Nabi SAW. membantah pernyataan Adi bin Hatim sembari bertanya dengan pertanyaan retoris, “Bukankah para pendeta kalian biasa menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian pun menaati mereka?”

Baca Juga: Pantas Disebut Sebagai Raja Bulan! Inilah Keutamaan Bulan Suci Ramadhan Yang Wajib Kamu Ketahui!

Jawab Adi bin Hatim, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau tegas menyatakan, “Itulah bentuk penyembahan mereka kepada para pendeta mereka.” (Lihat: ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, X/210; Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, IV/39).

Itulah ulasan mengenai tanda dan hakikat takwa yang bisa diraih saat Ramadhan tiba.****

 

 

 

Editor: Kamariah

Sumber: Facebook Muslimah News Com

Tags

Terkini

Terpopuler