Menurut Antropolog Universitas Gajah Mada (UGM), Profesor Heddy Shri Ahimsa-Putra, istilah mudik mulai dikenal luas di era tahun 1970-an.
Hal ini terjadi setelah pada masa orde baru melakukan pembangunan pusat pertumbuhan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan yang menyebabkan orang melakukan urbanisasi pindah ke kota untuk menetap dan mencari pekerjaan.
Momen Idul Fitri ini, kata dia, dijadikan sebagai momen untuk kembali pulang kampung dan bertemu dan kerabat dan saudara.
Tapi, kata Heddy, mudik bagi sebagian orang bukan semata-mata untuk ajang pulang kampung dan kumpul bersama keluarga.
Melainkan juga menjadi ajang bagi sebagian orang untuk pamer atas keberhasilan mereka di tanah perantauan.
“Motivasi lain karena ingin menunjukkan ia sudah berhasil secara ekonomi,”katanya.
Tapi tahukah anda bahwa istilah mudik sebenarnya berasal dari kata udik. Diambil dari bahasa melayu, udik yang artinya hulu atau ujung.
Sebab, pada masyarakat Melayu yang tinggal di hulu sungai pada masa lampau sering bepergian ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk. Setelah selesai urusannya, maka kembali pulang ke hulu pada sore harinya.
“Berasal dari bahasa Melayu, udik. Konteksnya pergi ke muara dan kemudian pulang kampung. Saat orang mulai merantau karena ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan hingga sekarang saat mereka kembali ke kampungnya,”kata Heddy.