Seram Banget, Beginilah Penampakan Anak Bima dan Badarawuhi dalam Kisah KKN di Desa Penari

24 Mei 2022, 21:37 WIB
Inilah penampakan anak Bima dan Badarawuhi dalam kisah KKN di Desa Penari //Tangkapan Layar Youtube/MD Pictures

KILASCIMAHI - Seram banget, inilah penampakan anak dari Bima dan Badarawuhi siluman ular penguasa hutan gaib dalam kisah KKN di Desa Penari.

Hal ini dikarenakan, Bima harus menikahi Badarawuhi yang berada di lokasi KKN di Desa Penari.

Akibat konsekuensi dari perjanjian yang ia buat pada Badarawuhi agar bisa mendapatkan Widya dalam kisah KKN di Desa Penari.

Kisah ini merupakan pengalaman nyata yang dialami 6 mahasiswa saat melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di salah satu desa terpencil di wilayah Banywangi, Jawa Timur.

Baca Juga: Jangan Kasih Kopi Sembarang pada Lelembut dalam KKN di Desa Penari, Begini Penjelasan Buya Yahya

Kisah ini ditulis ulang oleh akun twitter SimpleMan pada 2019 lalu dan viral.

Bahkan, cerita ini diadaptasi dan booming sehingga menjadikan film KKN di Desa Penari dinobatkan sebagai film terlaris sepanjang masa.

Dalam thread SimpleMan, disebutkan sejak awal Bima sudah menaruh hari kepada Widya sejak pertama kali melaksanakan KKN.

Hal ini terlihat dari beberapa kali Bima menanyakan kepada Nur, sahabatnya tentang Widya.

Suatu hari, Bima mendatangi lokasi Tapak Tilas yang terlarang untuk dimasuki. Bahkan warga desa setempat pun tak ada yang berani masuk ke sana.

Baca Juga: Begini Penampakan Anak Dari Bima Yang Terpaksa Menikahi Badarawuhi, Siluman Ular Dalam KKN di Desa Penari

Di sana, Bima mengaku kepada Nur bahwa ia bertemu dengan sosok penari cantik.

Penari ini bersedia membantu Bima untuk mendapatkan Widya. Caranya, ia menyerahkan kawaturih, mahkota penari yang dipasang di lengan kepada Bima.

Bima pun diminta untuk menyerahkannya kepada Widya.

Tapi, Bima tampaknya malu untuk menyerahkannya secara langsung. Ia pun meminta kepada Ayu, teman satu program kerja (proker) untuk menyerahkannya kepada Widya.

Ayu tak menyerahkannya kepada Widya. Ternyata, Ayu suka kepada Bima. Bahkan, Ayu pun diberi selendang penari berwarna hijau.

Singkat cerita, Nur teman Bima berhasil menemukan kawaturih milik Badarawuhi ini di tas Widya. Mungkin, Ayu akhirnya menyimpannya di sana setelah dimarahi Bima.

Oleh Nur, kawaturih dan selendang hijau yang ia juga temukan di tas Ayu, ia bawa ke Pak Prabu, kepala desa di lokasi KKN.

Baca Juga: Sebelum Widya Asli Pergi KKN, Ibunya Punya Firasat Buruk Terhadap Anaknya dalam Kisah KKN di Desa Penari

Tentu saja, Pak Prabu kaget dan segera memanggil Mbah Buyut, tetua yang ada di sana.

Mbah Buyut yang sedang bersama Pak Prabu menjelaskan arti Kawaturih dan Selendang Badarawuhi pada Nur.

“Kawaturih dan Selendang Hijau yang kamu temukan, Nduk, adalah milik Badarawuhi. Benda itu digunakan oleh dia untuk membujuk dan merayu,” tutur Mbah Buyut.

Menurut penjelasan Mbah Buyut, perempuan yang mengenakan Kawaturih dan Selendang Badarawuhi membuat laki-laki tidak bisa menolak pesona pemakainya.

“Mengejutkan benda itu bisa keluar dari Tapak Tilas, karena seharusnya tidak ada yang boleh mengunjungi tempat itu lagi. Bahkan saya pun sudah berjanji tidak akan melewati tempat itu,” imbuh Mbah Buyut.

Sementara dari versi Widya, ia melihat secara langsung Bima setelah menikahi dengan Badarawuhi.

Baca Juga: Beredar di Sosial Media Wajah Asli Bima dan Ayu dalam Kisah Nyata KKN di Desa Penari Dari Keterangan SimpleMan

Widya melihat dari jauh, di bawah sanggar, ada sebuah gubuk, berpintu.
Widya mendekatinya, namun enggan membukanya, ia mengelilingi gubuk itu, dari dalam gubuk, terdengar suara Bima, di ikuti suara perempuan mendesah, sangat jelas, namun Widya tidak bisa melihat apa yang ada di dalam sana.

leher Widya perlahan semakin berat, dan berat.
saat Widya masih bersusah payah mencari cara untuk melihat, nasib baik, Widya menemukan beberapa celah kecil untuk mengintip, darisana Widya menyaksikanya langsung, Bima, sedang berendam di Sinden (Kolam) di sekitarnya, ia di kelilingi banyak sekali ular besar.
melihat itu Widya kaget, dan parahnya, Bima menatap lurus ke tempat Widya mengintip, semua ularnya sama, seperti yang Widya rasakan, mereka tahu, ada tamu tak di undang.

ia melihat mbah Buyut yang tampak mengangguk. seperti memastikan.
“koncomu, ngelakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit” (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa di terima manusia, apalagi bangsa halus) kata mbah Buyut sembari geleng kepala.

“paham ndok” (paham nak)

Widya mengangguk.
“Sinden sing di garap, iku ngunu, Sinden kembar, siji nang cidek kali, siji’ne nang enggon sing mok parani wingi bengi” (Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi)

“eroh opo iku sinden?” (tahu kegunaan Sinden?)

“mboten mbah” (tidak tahu mbah)

Baca Juga: Penasaran Makna Dibalik Perayaan 7.777.777 Penonton KKN di Desa Penari oleh MD Pictures? Simak Ulasannya

“Sinden ku, enggon adus’e poro penari sak durunge tampil. nah, Sinden sing cidek kali, gak popo di garap, tapi, sinden sing sijine, ra oleh di parani, opo maneh sampe di gawe kelon”
(Sinden itu tempat mandinya para penari sebelum tampil, nah, sinden yang di dekat sungai tidak apa-apa di kerjakan, tapi, sinden yang satunya, tidak boleh di datangi, apalagi di pakai kawin)
“Widya ngerti, sopo sing gok Sinden iku?” (Widya tahu siapa yang ada di sinden itu)

Widya diam lama, sebelum mengatakanya. “Ular mbah”

“nggih. betul” “sing mok delok iku, ulo-anak’e Bima karo” (yg kamu lihat itu, adalah anaknya Bima sama)


“Ular itu mbah”

mbah buyut mengangguk
“iku ngunu, mbah sing kecolongan, Widya mek di dadekno Awu awu, ben si mbah ngawasi Widya, tapi mbah salah, koncomu iku sing ket awal wes di incer karo” (itu, mbah yang kecolongan, Widya cuam di jadikan pengalih perhatian, biar si mbah ngawasi kamu, tapi mbah salah, dari awal,
yang di incar sama)

mbah Buyut diam lama, seperti tidak mau menyebut nama makhluk itu. “

“ngantos, yo nopo mbah, Ayu kale bima saget mbalik?” (lalu bagaimana mbah, apa Ayu sama Bima bisa kembali?)

“isok isok” kata mbah Buyut, “sampe balak’e di angkat”

“balak’e di angkat mbah” (bencananya di angkat) kata Widya, bingung.

“Bima ambek Ayu wes kelewatan, sak iki, kudu nanggung opo sing di lakoni” (Bima sama Ayu sudah kelewatan, sekarang, dia harus menanggung apa yang dia perbuat)

“Ayu sak iki, kudu nari, keliling Alas iki)
(Ayu sekarang harus menari mengelilingi Hutan ini)

Baca Juga: Bukan Hanya Ayu, Ada Puluhan Penari Lain Menjadi Budak Badarawuhi dalam KKN di Desa Penari, Ini Ulasannya

“sak angkule nari, sadalan-sadalan” (tampil, menari, di setiap jengkal tanah ini)

“Bima mbah?”

“Bima, yo kudu ngawini sing nduwe Sinden” (Bima ya harus mengawini yang punya Sinden)

“Badarawuhi mbah”

Mbah buyut kaget.

“oh ngunu” (oh begitu) “wes eroh jeneng’e” (sudah tahu namanya)

“Badarawuhi, iku salah sijine sing jogo wilayah iki, tugas Badarawuhi iku nari, dadi bangsa lelembut iku yo seneng ndelok Badarawuhi iki nari, nah, sak iki, Ayu kudu nanggung tugas Badarawuhi nari”
(Badarawuhi itu salah satunya yang jaga di wilayah ini, tugasnya ya menari, jadi bangsa lelembut suka melihat tarian dari Badarawuhi, sekarang, Ayu harus menggantikanya)

“Bima, kudu ngawini Badarawuhi, anak’e iku wujud’e ulo, sekali ngelahirno, isok lahir ewonan ulo”
(Bima harus mengawini Badarawuhi, anaknya itu berwujud ular, sekali melahirkan, bisa lahir ribuan ular)

“salah kancamu, wes ngelakoni hal gendeng nang kunu, dadi kudu nanggung akibate” (salah temanmu sendiri, jadi sekarang mereka harus tanggung jawab).***

Editor: Intan Augustine Aida Suphi

Tags

Terkini

Terpopuler